Sabtu, 14 April 2012

Perekonomian indonesia "TUGAS3"

Tugas Ketiga
RAPBN 2012
Komisi V DPR RI telah menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (RAPBN-P) Tahun Anggaran 2012 untuk Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) sebesar Rp5,9 triliun.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi V DPR RI Yasti Soepredjo Mokoagow dalam Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama mitra keja komisi V DPR RI dengan agenda finalisasi dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga RAPBN-P 2012 mitra kerja Komisi V DPR RI.
Ketua Komisi V DPR RI Yasti Soepredjo Mokoagow mengatakan, finalisasi RAPBN-P TA 2012 untuk mitra kerja Komisi V DPR RI rencananya akan disahkan dalam rapat paripurna. "Pengesahannya sendiri direncanakan dilakukan hari ini," kata Yasti seperti dilansir situs Kemenpera, Jumat (30/3/2012).
Menurut pasal 65 ayat 1 badan anggaran  bertugas menetapkan pendapatan negara bersama pemerintah dengan mengacu kepada usulan komisi terkait kemudian melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai rencana kerja dan anggaran K/L. Ayat 2, badan anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan komisi. Ayat 3 anggota komisi dalam badan anggaran harus mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud ayat 1 kepada komisi.
“Sementara dalam Pasal 155 ayat 2, anggota badan anggaran dari komisi membahas alokasi anggaran kementerian atau lembaga, yang telah diutus oleh komisi bersama badan anggaran dan hasil pembahasannya disampaikan kembali kepada komisi yang bersangkutan secara tertulis,” papar Rumkono.
"Fraksi Partai Demokrat berpandang bahwa asumsi makro telah ditetapkan sebagai dasar penyesuaian APBN-P 2012 cukup realistis dalam mengantisipasi perubahan kondisi ekonomi global serta dapat mengakomodasi penyesuaian besaran APBN yang lebih realistis untuk mencapai target pembanguan 2012," sebut Melchias dalam rapat paripurna DPR, Jakarta, Jumat (30/3/2012).
Melchias pun menyebutkan, Fraksi Partai Golkar mendukung kenaikan alokasi subsidi energi dari Rp 167 trilun pada APBN 2012 menjadi Rp 225 triliun pada APBN-P 2012. Namun, Golkar tetap memandang bahwa tidaklah tepat untuk menaikan harga BBM bersubsidi.
"Oleh karena pengelolaan anggaran merupakan domain pemerintah maka FP Golkar menyerahkan sepenuhnya kewenangan pengelolaan sumber energi tersebut pada pemerintah," tambah dia.
Sementara itu, FP PDI Perjuangan menyatakan tidak sepakat atas alasan pemerintah dalam mengajukan RAPBN-P 2012, terutama persoalan argumen teknis defisit anggaran yang akan melebih 3 persen. Partai PDIP pun tetap mengusulkan besaran susbidi sebesar Rp 178 triliun agar harga BBM tetap sebagaimana data yang pemerintah berikan.
Lalu, lanjut Melchias, FP PKS memandang alasan eksternal pengajuan RAPBN-P bukan menjadi faktor utama karena penyebab kepentingan sesungguhnya terletak pada faktor utama karena penyebab terpenting sesungguhnya terletak pada faktor internal berupa kelemahan perencanaan dan penyusunan APBN 2012 serta kegagalan perencanaan anggaran dan pengelolaan korpporasi PLN yang terlihat dalam pengajuan tambahan subsidi listik meningkat sebesar 107 persen.
Lalu, FP PAN mengklaim memahami besarnya anggaran energi yang sebesar Rp 225 trilun karena dengan besaran subsidi tersebut defisit akan terjaga pada kisaran 2,23 persen dari PDB. PAN pun berharap pemerintah bisa melakukan penghematan pengunaan BBM hampir separuh dari konsumsi yang disediakan melakukan impor yang berarti mengurangi keuntungan asing.
"FP PPP berkeyakinan bahwa pemerintah tidak akan menyengsarakan rakyat apalagi sampai menyakiti hati rakyat. Oleh karena itu PPP memberikan keleluasaan kepada pemerintah untuk mengambil kebijkaan yang terbaik dan pro-rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat antara lain melalui pengaturan subsdi BBM yang tepat," lanjut Melchias.
FP PKB memahami pentingnya pembahasan RUU tentang perubahan atas UU No 22 Tahun 2011 atas APBN-P mengingat bahwa perkembangan dan perubahan asumsi makro ekonomi global dan domestik secara langsung telah berpengaruh terhadap arah kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN-2012.
Sedangkan, FP Gerinda menyatakan, masih banyak solusi yang dapat diambil pemerintah tanpa harus mencabut subsidi BBM atau menaikan harga BBM. Gerindra menyatakan pemerintah bisa melakukan penghematan APBN moratorium pembayaran bunga utang dan pengelolaan energi terpadu.
Lalu, FP Hanura menolak perubahan Pasal 7 ayat 6 UU tentang APBN. Partai ini pun meminta pemerintah melaksanakan pengendalian dan pengawasan dengan bertambahnya besaran BBM bersubsidi dengan diikuti langkah-langkah penghematan dan perbaikan pelaksanaan APBN-P 2012.
Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta meyakini kenaikan BBM murni bukan untuk penyelamatan APBN. Malah justru sangat membebani APBN-P 2012. Menurutnya, akibat selisih hitung subsidi BBM di RAPBN-P 2012, keuangan negara berpotensi rugi Rp 17,1 triliun.
Dijelaskan, berdasar perhitungan Megawati Institute yang merujuk kepada RAPBN-P 2012 dan jawaban pemerintah kepada DPR ketika pembahasan asumsi makro, maka jumlah rencana anggaran untuk subsidi BBM (premium, solar dan minyak tanah) adalah sebesar Rp 104,1 triliun.
Hasil perhitungan subsidi BBM dengan harga keekonomian premium Rp 8.022 (harga subsidi Rp6.000), Minyak tanah harga keekonomian Rp 7.600 (harga subsidi Rp 2.500), dan Solar harga keekomiannya Rp 8.130 (harga subsidi Rp 6.000), dengan asumsi ICP 105 USD/barel dan kuota total 40 juta kilo liter adalah sebesar Rp 87 Triliun.
Lebih lanjut ia menguraikan, dari rencana anggaran subsidi BBM yang diajukan oleh pemerintah sebesar Rp 104,1 triliun dan dibandingkan dengan rencana realisasi subsidi yang dihitung ulang sebesar Rp 87 triliun, maka terdapat selisih Rp 17,1 triliun. Selisih itulah yang pemerintah harus menjelaskan kembali kenapa selisih tersebut dapat terjadi.
Arif menambahkan, selain hitung-hitungan tersebut, jebolnya APBN lebih disebabkan oleh adanya penambahan subsidi listrik yang naik hingga 107,1 persen dan kenaikan Cost Recovery sebesar 25,5 Persen, Program BLSM dan Subsidi Angkutan Umum yang secara keseluruhan mencapai Rp 106,3 triliun.
Serta usulan penurunan penerimaan pajak sebesar Rp 25,8 triliun dan PNBP Gas sebesar Rp 6,1 triliun.
Niat pemerintah untuk menaikkan harga BBM mulai 1 April 2012 sepertinya harus diurungkan. "Pemerintah belum mampu menjelaskan kelebihan subsidi BBM sebesar 17,1 Triliun dan diperuntukkan untuk apa? Jika Pemerintah tetap ngotot menaikkan harga BBM, maka ini potensi kerugian negara dalam APBN-P 2012," ujarnya.
Ini menunjukkan, RAPBN-P 2012 tidak disiapkan secara matang, karena unsur transparansi dan akuntanbilitas tidak dikedepankan pemerintah sehingga kredibilitas dan kualitas dari RAPBN-P 2012 ini patut diragukan.

Sumber :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar